BELAKANGAN
ini ta’aruf mengalami penyempitan makna. Bahkan dalam praktiknya,
banyak yang mengidentikkan ta’aruf dengan pacaran. Salah satu
penyebabnya adalah maraknya ta’aruf yang dilakukan oleh para ikhwan
maupun akhwat di dunia maya. Padahal, sejatinya yang mereka lakukan itu
adalah pacaran berkedok ta’aruf, karena dalam aksinya, tiada lagi hijab
dalam interaksi bagi akhwat dan ikhwan bukan mahram, seakan bebas
landas, curhat di jejaring sosial facebook, hujat-hujatan. Itulah
pacaran terselubung dengan membawa topeng ta’aruf.
Ikhwan-ikhwan yang menggunakan profil islami tak pernah kehabisan ide
dalam melegalkan pacaran. Jika orang-orang yang tidak membawa agama
berani terang-terangan mengatakan pacaran, tapi tidak dengan pemuda
pemudi yang berciri khas agama, mereka berpacaran dengan embel-embel
ta’aruf.
Entah apa yang ada di benak mereka, apakah ta’aruf dipahami sesuai
syariat atau sengaja menyelewengkan dari makna yang sebenarnya, banyak
ikhwan dengan mudahnya mengatakan ingin ta’aruf dengan akhwat yang
diincarnya melalui dunia maya tanpa perantara pihak ketiga.
Komentar-komentar di jejaring sosial sudah sulit lagi dipilah, mana
yang untuk umum mana yang harusnya dijadikan rahasia dirinya dengan
Allah, facebook menjadi keranjang sampah juga menjadi diary bagi
sebagian orang. Akhwat dan ikhwan berpacaran pun sudah mulai berani
membuat status in relationship dengan pasangan yang disebutnya sedang
ta’aruf.
Tak sedikit juga ikhwan genit dan akhwat ganjen saling memberi
perhatian di tempat umum. “Sudah shalatkah ukhti? Jangan telat makan
ya..” tulis sang ikhwan. Sang akhwat pun tak mau kalah, membalasnya
dengan kata-kata senada, “Syukron ya akhi atas perhatiannya, semangat
belajar ya.”
Ada pula komentar yang lebih liar, “Eh iya ukhti kelihatan anggun
dengan jilbab itu, hehehehe.” Maka si akhwat balik menjawab, “Ah, akhi
nih bisa aja, ntar ana GR nih, heeeeee…” Masya Allah, itukah yang
disebut ta’aruf?
Dulu penulis banyak menemukan pencerahan di dunia maya dengan banyak
berteman, namun jadi ilfil (ilang feeling) setelah mengetahui sepak
terjang beberapa ikhwan akhwat, teriaknya agama, tapi murah terhadap
lawan jenis, menebar simpati dan basa-basi.
Mereka memakai kedok ta’aruf untuk melegalkan pacaran. Belum ada ikatan
apapun sudah berani memanggil “umi-abi” atau “abang-adik.” Tak sedikit
pula ditemui akhwat berjilbab lebar yang masih membudidayakan pacaran.
Tanpa malu-malu lagi. Apakah semua itu dilakukan karena ketidaktahuan
akhwat tentang bagaimana Islam mengatur pergaulan dengan lawan jenis?
Wallahu a’lam. Yang pasti ada juga yang biasa berkomentar pacaran
haram, tapi dirinya masih juga berpacaran, namun memakai kedok ta’aruf.
Padahal praktiknya sami mawon.
Hendaknya benar-benar lurus memahami kata ta’aruf seperti yang
diajarkan oleh Nabi kita, jangan sampai menjadikan ta’aruf untuk
menghancurkan keagungan Islam. Telah jelas dalam Islam, bagaimana
hendaknya kita menjaga diri kita agar tidak terjatuh pada
perkara-perkara yang membuat Allah murka. Jangan memakai istilah ta’aruf
jika hanya sebatas ingin menjadi uji coba bermain hati.
Hati akhwat biasanya lembut dan mudah tersentuh, korban yang pertama
akan merasakan terluka oleh ta’aruf coba-coba tadi tentunya para akhwat.
Begitu juga para akhwat, jangan mudah terpedaya pada ikhwan dunia maya
yang belum diketahui secara jelas identitasnya. Apa yang ditampilkan
dalam dunia maya, profil, kata-kata, tidak dapat dijadikan tolak ukur
untuk menilai karakter yang sesungguhnya, juga tidak dapat cukup untuk
menggambarkan pribadinya secara utuh, tetap waspada.
by: zulaikha blog
Rabu, 27 Oktober 2010
Pacaran Berkedok Ta’aruf Makin Marak di Dunia Maya
04.27
kurniawan
0 komentar:
Posting Komentar